Indonesia Ajukan Penurunan Tarif Dagang ke AS Lewat Kerja Sama Bilateral
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa Indonesia berupaya mengajukan penurunan tarif dagang dengan Amerika Serikat (AS) melalui kerja sama bilateral. Langkah ini dilakukan sebagai mitigasi terhadap potensi kebijakan tarif impor yang mungkin diterapkan di masa pemerintahan Donald Trump.
"Kita sedang meminta agar ada kerja sama ekonomi secara bilateral sehingga tarifnya bisa diturunkan," ujar Airlangga usai acara IBC Business Competitiveness Outlook 2025 di Jakarta, Senin (13/1).
Airlangga menjelaskan bahwa beberapa komoditas yang berpotensi terdampak oleh kebijakan tarif AS adalah alas kaki dan pakaian jadi atau garmen. Sebagai perbandingan, produk yang sama dari Vietnam tidak dikenakan tarif karena negara tersebut telah memiliki perjanjian bilateral dengan AS.
"Selama ini, Amerika sudah mengenakan tarif untuk sepatu, pakaian, dan berbagai komoditas kita, sementara Vietnam tidak dikenakan tarif. Jadi, kita sudah cukup terbiasa dengan kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Amerika terhadap Indonesia," kata Airlangga.
Menurutnya, perjanjian bilateral yang telah menguntungkan Vietnam memungkinkan produk negara tersebut masuk ke pasar AS tanpa dikenai tarif. Ia menilai, Indonesia dapat mempertimbangkan perjanjian perdagangan bebas (FTA) sebagai salah satu bentuk kerja sama bilateral dengan AS.
"Kami sudah meminta agar ada kerja sama ekonomi bilateral agar tarif produk lokal ke Amerika Serikat bisa diturunkan," kata Airlangga.
Perjanjian CEPA dengan Kanada
Sebagai bagian dari mitigasi, pemerintah juga menyiapkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) dengan Kanada. Perjanjian ini diharapkan menjadi pintu masuk produk lokal Indonesia ke AS, mengingat produk asal Kanada tidak dikenakan tarif saat masuk ke pasar AS.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menilai bahwa CEPA dengan Kanada (ICA-CEPA) dapat membantu mengatasi hambatan ekspor ke negara-negara di Amerika Utara. Ia menyebut bahwa Kanada juga dapat menjadi pasar langsung bagi ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia. Saat ini, Kanada memasok CPO dari tiga negara yakni Indonesia, Malaysia, dan AS.
Namun, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai bahwa CEPA dengan Kanada bukanlah strategi yang optimal untuk mengatasi dampak perang dagang dengan AS. Menurutnya, pemerintahan Trump cenderung menetapkan tarif impor tinggi untuk negara-negara dengan surplus perdagangan yang besar terhadap AS, termasuk Kanada.
Perry juga menyampaikan bahwa dengan moto "America First," Trump lebih mengutamakan perjanjian bilateral yang dinilai menguntungkan AS dibandingkan perjanjian multilateral. Ia menyarankan Indonesia untuk fokus pada peningkatan ekspor ke AS sambil menjaga keseimbangan perdagangan.